Takut Risiko Tinggi Saham? Kelola Investasi Kamu dengan Cara Ini!
Investasi tidak mungkin lepas dari risiko. Namun, dengan cara mengelola investasi saham yang strategis, kamu (baik itu investor pemula atau berpengalaman) dapat mengurangi risiko tersebut untuk memperoleh return yang diharapkan.
Main saham dapat jadi salah satu cara berinvestasi untuk mengembangkan aset kamu dengan kemungkinan hasil atau keuntungan (return) yang tinggi. Tentu, dengan return yang tinggi, risikonya juga tinggi. Oleh karena itu, seorang teman PINA, Ina (28), karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta, masih ragu untuk mulai berinvestasi saham. “Apalagi, gue sering, tuh, baca atau dengar berita tentang saham-saham yang tadinya harganya tinggi, terus mendadak jatuh di pasaran. Kalau terjadi apa-apa sama saham gue nanti, bisa-bisa malah rugi,” kata Ina.
Sebagai investor, takut rugi sering jadi hambatan utama saat berinvestasi saham. Padahal, setiap investasi memang selalu ada risikonya. Namun, tenang, setiap risiko, pasti dapat diatasi—atau setidaknya, diminimalkan. Caranya? Berikut ini PINA berbagi beberapa cara mengelola investasi saham agar risikonya seminim mungkin.
Pahami Dulu Risikonya
Saham sering kali dianjurkan untuk investasi jangka panjang–bisa untuk tiga tahun, tapi lebih dianjurkan minimal lima tahun. Masa investasi saham yang panjang ini memberikan kesempatan pada investor untuk melewati pasang surut pasar lebih lama, sehingga investasinya dapat memberikan keuntungan yang lebih baik—bahkan ada yang bisa mencapai 25% per tahun!
Kamu dapat melihat contohnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencatat tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) dengan returns 19,33% per tahun dalam 20 tahun (2002-2021). Ada juga Mutual Fund Sucorinvesta Equity Fund dengan returns CAGR 10,59% per tahun dalam lima tahun (2017-2021) atau saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dalam 10 tahun terakhir (2011-2021) mencatat returns hingga 36% per tahun.
Kira-kira, apa, ya, rahasia cara menabung dan memperoleh return saham yang baik? Jawabannya, pahami pasar dan risiko investasinya. Jangan hanya ingin untung dan tidak mau rugi. Investor perlu mempersiapkan diri menghadapi empat risiko utama investasi saham seperti berikut ini:
1. Risiko Kehilangan Modal (Capital Loss)
Risiko ini terjadi ketika harga jual saham lebih rendah daripada harga yang kamu beli sebelumnya. Misalnya, Ina membeli saham A dengan harga Rp3.500 per lembar. Setahun kemudian, harga sahamnya turun menjadi Rp3.200 per lembar. Karena takut harganya terus turun, Ina langsung menjual sahamnya. Dengan begitu, Ina mengalami capital loss sebesar Rp300 pada setiap lembar saham yang dijualnya.
2. Risiko Tertangguhkan (Suspend)
Sewaktu-waktu, otoritas bursa efek dapat menghentikan (suspend) perdagangan saham sebuah perusahaan. Penyebabnya bisa jadi karena harga saham mengalami kenaikan atau penurunan luar biasa dalam waktu singkat atau perusahaan belum memberikan laporan keuangan sampai batas waktu yang sudah ditentukan.
Akibatnya, para investor tidak dapat melakukan aktivitas saham apa pun–baik membeli atau menjual saham yang dimiliki. Jangka waktu suspend ini biasanya berlangsung selama beberapa hari perdagangan saham.
3. Risiko Likuiditas
Risiko ini terjadi saat saham yang dimiliki tidak dapat terjual cepat atau pada harga diinginkan. Sedangkan, penjualan dilakukan guna mencegah kerugian. Contohnya, Ina memiliki saham B yang dibeli pada harga Rp5.000 per lembar. Suatu kali, Ina ingin menjual kembali pada harga Rp5.500. Namun, saham B sulit terjual pada harga baru yang lebih tinggi tersebut. Bisa saja Ina menjual saham B, tapi dengan harga lebih rendah dari yang dia harapkan. Jadinya, Ina malah merugi.
4. Risiko Inflasi
Waspada ketika inflasi meningkat karena daya beli malah menurun. Artinya, setiap nilai uang hanya dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang lebih sedikit daripada beberapa tahun sebelumnya. Simpelnya, kalau dulu uang Rp50.000 bisa cukup untuk beli dua cup kopi favorit, sekarang hanya bisa untuk satu cup.
Dampaknya, harga saham yang kamu miliki juga mengalami penurunan. Inflasi dapat mengakibatkan harga saham menjadi lebih rendah daripada sewaktu kamu membelinya dan membuat kamu merugi ketika akan menjual saham tersebut.
5. Risiko Delisting
Delisting saham adalah penghapusan saham perusahaan atau emiten oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dari daftar perusahaan publik, sehingga sahamnya tidak dapat diperjualbelikan lagi di pasar modal. Penyebab delisting saham antara lain, perusahaannya berhenti beroperasi, menyatakan bangkrut, merger, tidak sesuai ketentuan bursa, atau memutuskan menjadi perusahaan tertutup.
Proses delisting saham bisa berlangsung sukarela oleh perusahaan atau emiten bersangkutan (voluntary delisting) yang seringkali terjadi karena volume perdagangan sahamnya rendah. Ada juga delisting yang terpaksa (force delisting) karena perusahaan tersebut melanggar aturan atau standar keuangan yang ditetapkan otoritas bursa.
Baca Juga: Minim Risiko, Ini Cara Menjadi Investor Pemula
Siapkan Taktik Berinvestasi
Seperti yang telah disebutkan di atas, risiko dalam berinvestasi tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, tapi bisa, kok, diminimalkan. Ada beberapa cara yang dapat kamu pilih untuk mengurangi risiko investasi saham. Bahkan, bukan tidak mungkin dengan strategi-strategi berikut, kamu bisa menuai keuntungan maksimal dari investasi saham.
1. Diversifikasi investasi
Ada pepatah yang berkata “don’t put your eggs in one basket” supaya tidak merugi. Begitu juga dengan saham. Sebaiknya, hindari hanya membeli satu macam saham. Coba beli beberapa saham dari perusahaan atau sektor usaha yang berbeda-beda. Malah, ada baiknya kamu mengombinasikan antara saham perusahaan besar dan perusahaan kecil (yang kamu lihat punya potensi untuk berkembang). Jadi, begitu nilai salah satu saham turun, kamu masih punya cadangan saham lain dengan nilai yang kemungkinan stabil, bahkan meningkat dan menghasilkan keuntungan.
Diversifikasi bisa juga dilakukan dengan membeli berbagai instrumen investasi di samping saham. Misalnya, tambah investasi kamu dengan obligasi, reksa dana pasar uang atau pendapatan tetap, emas, properti, dan lainnya.
2. Rencanakan dengan matang
Melihat teman atau sepupu yang berapi-api saat membicarakan saham-saham mereka, sering kali memunculkan keinginan untuk ikut menabung saham juga. Bagus, sih, kalau kamu ingin mulai berinvestasi karena ini memang salah satu cara untuk mengembangkan aset dan kekayaan kamu.
Namun, sebaiknya, jangan sekadar ikut-ikutan atau uji nyali beli saham, sih. Bisa-bisa, kamu menyesal berkepanjangan ketika melihat harga saham yang turun atau merugi.
Risiko saham yang terbilang tinggi dibanding produk investasi lain seperti reksa dana atau obligasi, adalah peringatan untuk merencanakan investasi sebaik mungkin. Oleh karena itu, pikir dan rencanakan dulu tujuan keuangan kamu sebelum membeli saham. PINA juga sarankan untuk kenali dulu profil risiko kamu sebelum mulai berinvestasi.
3. Jadikan investasi jangka panjang
Saham bisa digunakan sebagai cara investasi untuk mencapai tujuan keuangan dalam jangka panjang. Mulai dari dana pensiun, biaya beli rumah, biaya pendidikan, atau modal berusaha, apa pun tujuannya, kunci berinvestasi adalah memahami jangka waktu untuk meraih hasil yang diinginkan.
Jadi, ketika kamu menjual kembali saham-saham yang dimiliki setelah jangka waktu yang lama (misalnya, lima tahun), imbal hasil yang diperoleh juga lebih tinggi dan terhindar dari kerugian. Kalau pun pasar saat itu sedang menurun, kamu dapat menunda menjual saham hingga pasar kembali stabil.
Contoh kasus, ketika pasar saham jatuh pada tahun 2008 karena krisis ekonomi di Amerika Serikat, banyak yang bergegas menjual saham, meskipun menderita kerugian. Ketika itu, Indeks S&P 500 jatuh hingga -38,49%. Namun, bagi yang bertahan untuk tetap berinvestasi pada saham yang dimiliki, dapat menikmati keuntungan lagi beberapa tahun setelahnya. Setidaknya, lima tahun kemudian (2013), Indeks S&P 500 kembali positif mencapai angka 29,60%.
Baca Juga: Penting! Ini Cara Termudah Tentukan Financial Goals Kamu
4. Review strategi investasi secara berkala
Pakar ekonomi perilaku, Richard Thaler, sebenarnya merekomendasikan agar investor tidak perlu terlalu sering memeriksa portofolio saham mereka. Menurutnya, bolak-balik cek harga saham cenderung membuat investor ketakutan dan malah bergegas menjualnya ketika melihat nilainya sedang turun. Akibatnya, saham dijual dengan harga lebih murah daripada ketika dibeli—ini hal utama yang paling dihindari ketika bermain saham!
Bukan berarti sahamnya dicuekin sama sekali, ya. Kamu tetap perlu memonitor tren pasar, cek strategi investasi secara berkala, dan lakukan penyesuaian. Bisa dilakukan setiap tiga bulan atau enam bulan sekali tergantung kebutuhan. Dengan cara investasi saham ini, kamu dapat memastikan apakah alokasi investasi tetap sesuai sasaran, tumbuh, atau justru merugi.
Jangan Lupakan Keuangan Pribadi
Sukses berinvestasi saham tidak sesederhana hanya “melempar” uang ke bursa untuk membeli saham. Sebelum mendedikasikan uang untuk membeli saham, investor perlu menghitung atau mengetahui berapa banyak modal yang dimiliki untuk berinvestasi. Namun, pastikan dulu bahwa kebutuhan keuangan pribadi atau rumah tangga kamu sudah terpenuhi. Seperti, untuk konsumsi harian, transportasi, pendidikan, hingga kesehatan.
Lalu, mulai juga mencatat aset dan utang pribadi, siapkan rencana pengelolaan utang yang masuk akal, dan pastikan punya dana darurat (penting!) setidaknya untuk enam bulan ke depan di dalam akun keuangan yang mudah dicairkan.
Memiliki rencana keuangan yang basic tersebut berguna agar kamu dapat menjalani investasi saham yang sifatnya jangka panjang dengan tenang. Artinya, kamu memastikan bahwa tidak perlu menarik uang (baca: menjual saham) untuk sementara waktu. Penjualan saham lebih awal dari target waktu investasi dapat melemahkan tujuan keuangan kamu. Kamu mungkin tidak akan mendapatkan keuntungan maksimal dari investasi saham tadi karena sudah harus dijual sebelum waktunya.
Siap Berinvestasi Saham?
Tentu saja, meski sudah direncanakan sebaik-baiknya, risiko berinvestasi tetap ada. Bahkan, portofolio saham yang sudah terdiversifikasi mungkin saja terjun bebas dan bikin rugi. Atau, bisa saja mendadak kamu butuh banget uang tunai karena kebutuhan sangat mendesak saat ini juga, bukan lima atau sepuluh tahun lagi. Namun, jangan sampai hal ini mengecilkan keinginan kamu untuk berinvestasi saham. Ingat: high risk, high return!
Ingin mulai investasi saham dan meminimalkan risikonya? Cek dulu profil risiko dan tujuan finansial kamu di aplikasi PINA. Setelah itu, kamu bisa memilih fitur investasi otomatis yang dapat memberikan pilihan portofolio yang sudah dipersonalisasi dan mempunyai potensi bagus. Bukan cuma itu, dengan investasi otomatis, setiap tiga bulan, rencana investasi kamu akan dimonitor dan disesuaikan sehingga portofolio saham kamu tetap stabil dan relevan dalam mencapai target keuangannya. Jadi, tunggu apa lagi, langsung unduh aplikasi PINA, registrasi, lalu buka rekening investasi, dan dalam waktu tiga jam, kamu sudah jadi investor saham. Hemat waktu plus praktis!
Risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari investasi. Kamu tidak akan mendapatkan keuntungan tanpa ada harga yang harus dibayar. Namun, dengan perencanaan dan pertimbangan yang cermat, kamu dapat mengurangi risiko dan meningkatkan hasil investasi saham di pasar saham.

Pina
Content Writer Team